MENCEGAH KEKERASAN TERHADAP ANAK
A. Faktor
faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Anak:
Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan
terhadap anak :
1.
Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak
dalam menonton tv, bermain dll. Hal ini bukan berarti orang tua menjadi
diktator/over protective, namun maraknya kriminalitas di negeri ini membuat
perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar.
2.
Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku,
autisme, terlalu lugu
3.
Kemiskinan keluarga (banyak anak).
4.
Keluarga pecah (broken Home) akibat perceraian,
ketiadaan Ibu dalam jangka panjang.
5.
Keluarga yang belum matang secara psikologis,
ketidak mampuan mendidik anak, anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child)atau anak
lahir diluar nikah.
6.
Pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu
sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama
7.
Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan
8.
Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian
bisa menjadi pemicu kekerasan terhadap anak
9.
Kurangnya pendidikan orang tua terhadap
anak.
B. Bentuk Kekerasan
Terhadap Anak
1.Kekerasan
Fisik
Bentuk kekerasan
seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban
Kasus physical abuse. Kekerasan biasanya
meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh korban dan
lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka
dan trauma pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal
2. Kekerasan secara
Verbal
Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan
dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai candaan. Kekerasaan seperti
ini biasanya meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari
kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata
kasar, tidak menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi
rendah diri.
3. Kekerasan secara
Mental
Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak
terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari kekerasan secara
verbal. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12
tahun (28.8%) dan terendah usia 16-18 tahun (0.9%) Kekerasaan seperti
ini meliputi pengabaian orang tua terhadap anak yang membutuhkan perhatian,
teror, celaan, maupun sering membanding-bandingkan hal-hal dalam diri anak
tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya menjadi lemah. Dampak
kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar rendah
diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit.
4.Pelecehan Seksual
Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh
orang yang telah dikenal anak, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman
sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan eksual: persentase
tertinggiusia 6-12 tahun (33%) dan terendah usia 0-5
tahun (7,7%).Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan maupun
pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma
mendalam, juga seringkali menimbulkan luka secara fisik.
C. Dampak dari
Kekerasan pada Anak
Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh
orangtuanya sendiri atau orang lain sangatlah buruk antara lain:
1. Agresif.
Sikap ini biasa
ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan saat anak merasa
tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa melindunginya itu ada disekitarnya,
anak akan langsung memukul datau melakukan tindak agresif terhadap si
pelaku. Tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah
mengalami tindak kekerasan
2. Murung/Depresi
Kekerasan mampu membuat
anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki gangguan tidur dan
makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi
anak yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3. Memudah menangis
Sikap ini ditunjukkan
karena anak merasa tidka nyaman dan aman dengan lingkungan
sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya,
kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan mudah percaya
pada orang lain.
4. Melakukan tindak
kekerasan terhadap orang lain
Dari semua ini anak
dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya
dulu. Ia belajar dari pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan
apa yang dia alami.
D. Perlindungan hukum
terhadap anak korban kekerasan
Perlindungan anak
adalah suatu usaha yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan
pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti
dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup,
mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam
pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para
pelindungnya. (Arief Gosita, 1996:14).
Menurut pasal 1
nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
disebutkan bahwa:
“Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”.
Pada umumnya,
upaya perlindungan anak dapat dibagi menjadi perlindungan
langsung dan tidak langsung, dan perlindungan yuridis dan
non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung di antaranya meliputi:
pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari sesuatu
yang membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau
mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya
atau dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan
pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward),
pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.(Arief Gosita, 1996:6)
Sedangkan, upaya
perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain
merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan
perundang-undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak
serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak dan keluarga,
pengadaaan sesuatu yang menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik dan
sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan
perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan
anak.(Arief Gosita, 1996:7)
Kedua upaya perlindungan di atas sekilas
nampak sama dalam hal bentuk upaya perlindungannya. Perbedaan
antara keduanya terletak pada objek dari perlindungan itu sendiri. Objek
dalam upaya perlindungan langsung tentunyaadalah anak secara
langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para
partisipan yang berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu
orang tua, petugas dan pembina. Demi menimbulkan hasil
yang optimal, seyogyanya upaya perlindungan ini ditempuh dari dua jalur, yaitu
dari jalur pembinaan para partisipan yang berkepentingan dalam perlindungan
anak, kemudian selanjutnya pembinaan anak secara langsung oleh para partisipan
tersebut. Upaya-upaya ini lebih merupakan
upaya yang integral, karena bagaimana mungkin pelaksanaan perlindungan terhadap
anak dapat berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua,
para petugas dan pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan dibimbing serta
diberikan pemahaman mengenai cara melindungi anak dengan baik.
Ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak
juga dapat dibedakan dari menjadi: perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi
perlindungan dalam bidang hukum perdata dan dalam hukum pidana; perlindungan
yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan di bidang sosial, bidang
kesehatan dan bidang pendidikan. Upaya perlindungan anak korban kekerasan baru
mulai mendapat perhatian penguasa, secara lebih komprehensif, sejak
ditetapkannya UU Perlindungan Anak, meski perlindungan itu masih memerlukan
instrumen hukum lainnya guna mengoperasionalkan perlidunngan tersebut. Di samping adanya perlindungan
yang bersifat abstrak (secara tidak langsung) melalui pemberian sanksi pidana
kepada pelaku kekerasan terhadap anak, UU Perlindungan Anak juga menetapkan
beberapa bentuk perlindungan yang lain terhadap anak korban kekerasan. Pasal 17 ayat (2) yang
berbunyi:
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan”.
Kemudian dalam Pasal 18
disebutkan:
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak
pidana berhakmemperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya”.
E. Solusi Mencegah
Terjadinya Kekerasan pada Anak
Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti
diatas perlu adanya pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari
terjadinya kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap
anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
2.
Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada
anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini
dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
3.
Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan
berikan dorongan pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini
dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan
nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali
kekerasan pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
4.
Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti
jangan terima ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
5.
Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak.
Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar
tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang
tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendirI
No comments:
Post a Comment